Oleh :
ASYHARI A. USMAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di tinjau dalam kacamata
historis kemajuan progresif pengetahuan manusia dengan menjadikan alam sebagai
objek kajiannya adalah merupakan sumbagsi terbesar ilmu filsafat, hal ini dapat
dilihat dari kehadiran berbagai bidang ilmu yang memiliki corak berdasarkan
bidang kajiannya masing-masing. Lebih kurang seratus tahun yang lalu, fisika
teoritis_ berkenaan dengan perdebatan fundamental mengenai alam fisik, masih
dilukiskan sebagai “Filsafat alamiah”.
Filsafat telah berhasil
mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi
logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa
semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa
dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola pikir
yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada
rasio. Perubahan dari pola pikir mitosentris ke logosentris membawa implikasi
yang tidak kecil. Alam dan segala-galanya, yang selama ini ditakuti kemudian
didekati dan bahkan dieksploitasi. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya
hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang
terjadi, baik di alam jagad raya (makro
kosmos) maupun alam manusia (mikrokosmos). Pada perkembangan selanjutnya, ilmu
terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek,
tujuan, dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang
lainnya (Bakhtiar Amsal 2010 : XII).
|
Menariknya, hampir segenap bangunan peradaban
modern, mungkin peradaban lainnya, selalu meletakkan ‘manusia’ sebagai subjek otonom,
pusat kesadaran dunia yang mempunyai ‘hak’
penuh secara bebas mengembangkan kreativitasnya tanpa belenggu otoritas apapun, termasuk
otoritas agama. Pada konteks
inilah, humanisme sebagai sebuah aliran kefilsafatan yang menempatkan ‘kebebasan’ manusia; baik berpikir, bertindak dan bekerja,
sebagai segalagalanya, berpengaruh secara
signifikan terhadap munculnya bangunan peradaban modern (mungkin juga lainnya).
Ilmu pengetahuan (sains) adalah
teori-teori yang dikumpulkan manusia melalui suatu proses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio. Dalam pengumpulan data dan berbagai
observasi dan pengukuran pada gejala alamiyah itu dianalisis, kemudian diambil kesimpulan. Inilah
yang diberi istilah intizhari suatu kajian yang ada hubungannya dengan nazhar,
yang bunyi dan artinya dekat dengan nalar.
Intizhari akan melahirkan teori-teori baru,
kemudian menghasilkan teknologi sebagai penerapan sains secara sistematis untuk
mengubah / mempengaruhi alam rnateri di sekeliling kita dalam suatu proses produktif ekonomis untuk menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat bagi umat rnanusia. Teknologi
pembuatan mesin, pembuatan obat-obatan, pembuatan beraneka ragarn bahan, termasuk bahan makanan, dan sebagainya
adalab hasil penerapan ilmu fisika,
kimia, biologi, dan lain-lain ilmu kealaman yang sesuai.
PEMBAHASAN
B.
Pembahasan
1. Teori
Teori adalah
suatu bentuk pandangan yang diakumulasi dalam satu bentuk kegiatan baik
bersifat penalaran maupun yang bersifat ilmiah dan diakui oleh umum. Dalam
filsafat ilmu terdapat tiga teori, yakni :
a. Teori pengetahuan (Epistimologi) adalah cara
membentuk pengetahuan logika dengan cara membentuk pengetahuan itu sendiri. Ada
beberapa teori yang dapat dilahat sebagai teori pengetahuan, yakni :
-
Empirisme
(John Locke 1632-1704)
-
Rasionalisme
(Rene Decartes 1596 – 1650)
-
Positivisme
(August Compte, 1798 – 1857)
-
Intusionisme
(Hendri Bergson, 1859 – 1941)
b. Teori Hakikat (Ontologi) adalah pembahasan
pengetahuan objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakekatnya. Teori
ini terdiri atas :
-
materialisme/naturalisme :hakikat benda adalah materi itu sendiri, rohani, jiwa, spirit muncul dari
benda, Naturalisme tidak mengakui roh , jiwa tentu saja termasuk Tuhan
-
Idealisme
: Hakikat benda adalah rohani, spirit. Alasan : nilai rohnya lebih tinggi dari badan, manusia
tidak dapat memahami dirinya daripada dunia dirinya.
-
Dualisme : hakikat benda itu dua, materi dan
imateri, materi bukan muncul
dari roh, roh bukan muncul dari benda, sama-sama hakikatnya
-
Agnotisme
: manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda
c. Teori Nilai (Aksiologi) adalah pengetahuan
etika-estetika
-
Hedonisme
: sesuatu dianggap baik jika mengandung kenikmatan bagi manusia (hedon)
-
|
-
Utilitarisme
: Yang baik adalah yang berguna, jumlah kenikmatan- jumlah penderitaan = nilai perbuatan
-
Pragmatisma : Yang baik adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan, ukuran kebenaran suatu
teori ialah kegunaan praktis teori itu, bukan dilihat secara teoritis
2. Filsafat
a.
Pengertian
Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : Philosophia, yang terdiri atas dua kata : Philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
ketrampilan, pengalaman praktis, inteligensi), dalam bahasa inggiris sendiri,
kata filsafat berasal dari philosophy. Jadi secara etimologi,
filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya
disebut filosof yang dalam bahasa arab
disebut Failasuf (Bakhtiar Amsal
2005 : 4)
Istilah filsafat sering dipergunakan secara populer dalam kehidupan
sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan secara
populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu), dan
dapat juga dikatakan pandangan hidup (masyarakat) pandangan populer ini dapat
dilihat dari kalimat “Pancasila merupakan
satu-satunya Falsafah hidup bangsa Indonesia” (Uyoh Sadulloh 2003 : 16). Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa
filsafat sebagai cara berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak
memiliki kegunaan praktis.
Harun Nasition (dalam Bakhtiar Amsal), mengatakan bahwa kata filsafat
berasal dari bahasa Arab Falsafa dengan Wazan
(timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, kata benda dari
falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Menurutnya dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal dari
kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun Nasution
mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil
dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian
menimbulkan kata filsafat.
|
Filsafat dapat diartikan juga sebagai “Berpikir
reflektif dan kritis”(reflektif and
critical thinking). Namun, Ramdhal dan Buchler (1942) memberikan kritik
terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan bahwa definisi tersebut tidak
memuaskan karena beberapa alasan, yaitu : 1) tidak menunjukkan karakteristik
yang berbeda antara berpikir filosofi dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan
sejarah, 2) para ilmuan juga berpikir reflektif dan kritis, padahal antara
sains dan filsafat berbeda, 3) ahli hukum, ahli ekonomi, juga ibu rumah tangga
sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan filosof atau
ilmuan. (Uyoh Sadulloh 2009 : 17)
Sutan Takdir Alisjahbana yang dikutip Bakhtiar
Amsal dalam bukunya Filsafat Ilmu, berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir
dengan insaf. Yang dimaksud dengan insaf adalah berpikir dengan teliti, menurut aturan yang
pasti. Sementara itu, Deng Fung Yu Lan, seorang filosof dari dunia Timur,
mendefinisikan filsafat adalah pikiran yang sistimatis dan refleksi tentang
hidup.
b. Obyek Filsafat
Pada dasarnya setiap ilmu memiliki dua macam objek,
yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang
dijadikan sasaran penyelidikan, seperti Mekanika adalah objek material ilmu
fisika. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material
tersebut, seperti pendekatan deduktif dan induktif.
Objek material filsafat adalah segalah yang ada.
Kaitannya dengan segalah yang ada adalah sesuatu yang tampak dan yang tidak
tampak. Sedangkan objek formal dari filsafat adalah sudut pandang yang
menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
c. Model-model
Filsafat
|
-
Filsafat
Spekulatif
Filsafat spekulatif adalah cara berpikir sistematis
tentang segala yang ada (Sadulloh 2003 : 19). Filsafat spekulatif tergolong
filsafat tradisional. Dalam hal ini filsafat dianggap sebagai suatu bangunan
pengetahuan (body of knowledge).
Filsafat spekulatif merenungkan secara rasional spekulatif seluruh persoalan
manusia dalam hubungannya dengan segala yang ada pada jagat raya ini. Filsafat mencari
keteraturan dan keseluruhan yang diterapkan, bukan pada suatu item pengalaman
khusus, melainkan pada semua pengalaman dan pengetahuan.
-
Filsafat
Perskriptif
Filsafat perskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu
ukuran (standar) penilian tentang
perbuatan manusia, dan penilaian tentang seni (Sadulloh 2003 : 19). Filsafat
perskriptif menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan
jelek. Bagi pendidik dan ahli filsafat preskriptif, menilai suatu perilaku ada
yang bermanfaat dan ada yang tidak bermanfaat. Dengan demikian filsafat
peskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang
bermanfaat.
-
Filsafat
Analitik
|
Model analitik positivistik logis dikenal dengan neo
positivisme dikembangkan oleh Bertrand Russel. Model ini melanjutkan filsafat
positivisme dari Comte yang merupakan peletak dasar pendekatan kuantitatif dalam pengembangan ilmu (Sadullo 2003 : 22).
Model analitik positivistik menjadikan matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu. Kunto Wibisono (dalam Uyoh
Sadulloh) menyebutkan bahwa positivisme merupakan suatu model dalam
pengembangan ilmu pengetahuan (knowledge) yang didalam langkah
kerjanya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi, dan komparasi
sebagaimana diterapkan dalam ilmu kealaman, dan model ini dikembangkan dalam
ilmu-ilmu sosial.
3. Mungkinkah Manusia Itu Mempunyai Pengetahuan
Manusia mamiliki insting seperti yang di miliki oleh hewan. Namun,
manusia memiliki kelebihan yaitu kemampuan “berpikir” dengan kata lain “ curiousity”-nya tidak “idle” tidak tetap itu sepanjang zaman.
Manusia memiliki rasa ingin tahu yang berkembang, atau dengan kata lain manusia
mempunyai kamampuan berpikir. Ia bertanya terus setelah tahu tentang “apa”
mereka juga ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa” begitu (Jasin Maskoeri 2002 : 13).
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan
seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia
itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk
hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing
yang lebih efektif untuk berburu, tetapi pengetahuan manusia juga berkembang
sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan.
|
Proses pengiriman informasi (pengetahuan) manusia dilakukan secara turun
temurun, hal ini yang kemudian mendorong setiap generasi melakukan berbagai
inofasi dan teknik yang kemudian memberikan corak berdasarkan perkembangan
kebutuhan yang terjadi. Dalam persepektif historis, pola perkembangan
pengetahuan manusia ini sudah terjadi cukup lama, dan ini dapat dilihat dari
mulai jaman Batu, hingga jaman perunggu, dari jaman kalasik hingga moderen.
4. Sumber dan Alat Pengetahuan
a. Mitos
Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan hanya atas
dasar pengamatan maupun pengalamannya. Untuk memuaskan alam pikirannya, manusia
mereka-reka sendiri jawabannya. Sebagai contoh “apakah pelangi itu ?”, karma
tak dapat jawab, mereka mereka-reka jawaban bahwa pelangi adalah selendang
“bidadari”. Jadi muncul pengetahuan baru yaitu “bidadari”. Contoh lain mengapa
gunung meletus? ,karma tak tahu jawabannya maka di reka-reka sendiri dengan
jawaban”yang berkuasa dari gunung itu sedang marah”. Maka disini muncul
pengetahuan baru yang disebut “yang berkuasa”. Dengan menggunakan jalan pikiran
yang sama muncullahn anggapan adanya “yang berkuasaa” di dalam hutan lebat,
sungai yang besar, pohon yang besar, matahari, bulan, atau adanya raksasa yang
menelan bulan pada saat gerhana rembulan. Pengetahuan-pengetahuan baru yang
bermunculan dan kepercayaan itu kita sebut dengan “mirtos” Adapun
cerita yang berdasarkan atas mitos ini di sebut “legenda”. ( Jasin Maskoeri 2002 : 24)
Mitos itu timbul di sebabkan antara lain karna keterbatrasan alat indra manusia misalnya :
-
Alat
penglihatan
Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat
sehingga tak tampak jelas oleh mata.mata tak dapat membedakan 10 gambar yang
berada satu dengan yang lain dalam satu detik. Jika ukuran partikel terlalu
kecil, demikian juga jiaka benda yang di lihat terlalu jauh. Maka tak mampu
melihatnya.
Pedengaran manusia terbatas pada getaran yang
mempunyai ferkuensi 30 sampai 30.000 per/detik. Getaran dibawah tiga puluh atau
di atas tiga puluh ribu per/detik tak mendengar.
-
Alat
pencium dan pencecap
Bau rasa tidak dapat memastikan benda yang
dicecap maupun di ciumnya. Manusia hanya bias membedakan 4 jenis rasa yaitu
rasa manis,asam, asin, dan pahit. Baui seperti parfum dan bau-bauan yang lain
dapat di kenal oleh hidung kita bila konsentrasinya di udara lebih dari
sepersepuluh juta bagian. Melalui bau manusia dapat membedakan satu benda
dengan benda yang lain, namun tidak semua orang mampu melakukannya.
-
Alat
Perasa
Alat perasa pada kulit manusia dapat di
bedakan panas atau dingin namun sangat relative, sehingga tidak bias di pakai
sebagai alat observasi yang tepat.
b. Penalaran
Manusia secara terus menerus selalu mengembakan pengetahuannya tidak
hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang menyangkut kebutuhan kelangsungan
hidupnya saja. Mereka berusaha untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang
salah. Mereka juga berusaha untuk menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk, dan yang indah dan mana yang jelek. Mereka harus berpikir dan harus
nerasakan sedemikian hingga menarik kesimpulan, dan memperoleh pengetahuan.
Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk berpikir, merasa bersikap dan
bertindak.
|
Ada berbagai cara cara untuk menperoleh kesimpulan
atau pengetahuan yang tidak berdasarkan penalaran, antara lain:
- Pengambilan kesimpulan berdasarkan perasaan. Merasa merupakan suatu cara menarik kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran.
- Intuisi; intuisi merupakan kegiatan berpikir yang tidak anlistis, tidak berdasarkan pola berpikir tertentu. Pada pendapat yang berdasarkan intuisi timbul dari pengetahuan-pengetahuan yang terdahulu melalui suatu proses berpikir yang tidak di sadari. Seolah-olah pendapat itu muncul begitu saja tanpa dipikir. Seseorang yang memusatkan pikirannya pada pemecahan suatu masalah tersebut tanpa proses berpikir yang berliku-liku dan teratur.
Instuisi dapat juga timbul pada saat seseorang
tidak sepenuhnya sadar, yang ditemukan tidak pada waktu ia sadar sedang
memikirkan masalah tersebut timbullah instuisi mungkinterjadi juga pada
seseorang yang menunda pemecahan suatu masalah karena mengalami jalan buntu.
Pada orang itu secara tiba-tiba muncul jawaban yang lengkap dari masalah yang
tidak sedang ia cari itu. Ia merasa bahwa itulah jawaban yang ia cari, tetapi ia tidak dapat menjelaskan
bagaimana ia sampai pada pemecahan masalah tersebut. Pengetahuan intuitif tidak
dapat di andalkan sebagai dasar untuk menyusun penegtahuan secara teratur.
Pengetahuan ini dapat di gunakan sebagai hipotesis dan selanjutnya perlu
dilakukan analisis untuk menentukan kebenaranya. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa instuisi merupakan pengalaman puncak. Sedangkan pendapat lain mengatakan
bahwa instuisi merupakan intelegensi yang paling tinggi.
- Wahyu; wahyu adalah pengetahuan yang di sampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini di salurkan lewat Nabi yang di utus-Nya. Dengan wahyu,manusia memperoleh penegtahuan dengan keyakinan (kepercayaan) bahwa yang di wahyukan tersebut benar.
-
PENUTUP
Filsafat
dan Ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Ilmu bisa
maju (yaitu agar aksioma atau pernyataan denotatif bisa diterima) para ilmuan
baik secara individu atau kelompok harus memperoleh persetujuan dari semua
ilmuan dalam bidang yang sama. Kemudian bila pemikiran ilmiah menjadi semakin
rumit, maka demikian juga bentuk pembuktiannya: semakin rumit buktinya, semakin
rumitlah teknologi yang diperlukan untuk mencapai tataran keabsahan yang
diterima secara umum.
Demikianlah,
makalah Filsafat Ilmu ini dibuat sebagai bagian dari tanggung jawab ilmiah
untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan ilmu tanpa mengindahkan sejarah
perjalanan ilmu itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar Amsal; Filsafat Ilmu; Raja Grafindo Persada Jakarta, 2010
Darmawan Deni, Komunikasi Pembelajaran Berbasis Brain, Humaniora; Bandung,
2009
http//www.foxitsovtware.com; dr. Liza; Pengantar Filsafat
dan Ilmu; Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Cirebon 2006;
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu, Sejarah
dan Ruang Lingkup Bahasan; Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2009
John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer, Dari Strukturalisme sampai
Postmodernitas; Kanisius Yogyakarta 2001
Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat di Terjemahkan Oleh Soejono
Soemargono, Tiara Wacana, Bandung, 1998
Maskoeri Jasin; Ilmu Alamiah Dasar , Raja Grafindo
Persada; Jakarta, 2002
Uyoh Sadulloh; Pengantar Filsafat
Pendidikan; Alfabeta Bandung, 2003