Kamis, 30 Januari 2020

TEORI DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT


Oleh :

ASYHARI A. USMAN


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di tinjau dalam kacamata historis kemajuan progresif pengetahuan manusia dengan menjadikan alam sebagai objek kajiannya adalah merupakan sumbagsi terbesar ilmu filsafat, hal ini dapat dilihat dari kehadiran berbagai bidang ilmu yang memiliki corak berdasarkan bidang kajiannya masing-masing. Lebih kurang seratus tahun yang lalu, fisika teoritis_ berkenaan dengan perdebatan fundamental mengenai alam fisik, masih dilukiskan sebagai “Filsafat alamiah”.
Filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia   dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola pikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio. Perubahan dari pola pikir mitosentris ke logosentris membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dan segala-galanya, yang selama ini ditakuti kemudian didekati dan bahkan dieksploitasi. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik di alam jagad raya  (makro kosmos) maupun alam manusia (mikrokosmos). Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan, dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya (Bakhtiar Amsal 2010 : XII).

Terminologi kemajuan (progress) sebuah peradaban kemudian menjadi satu-satunya ukuran kebenaran. Logika kebenaran peradaban adalah logika kemajuan dengan penemuan sains dan teknologinya sebagai salah satu ‘keunggulan’ komparatif manusia ‘maju’. Implikasi logisnya, peradaban modern; utamanya semenjak abad Renaisans, terlebih pada abad Pencerahan, -dengan demikian- adalah representasi kebenaran peradaban dengan mengesampingkan kenyataan historis ‘kemajuan’ yang dicapai abad-abad sebelumnya. Modernisme menurut Bambang Sugiharto (1996: 29) sebagai gerakan pemikiran dan gambaran dunia tertentu yang awalnya diinspirasikan oleh rasionalisme Descartes, dikokohkan oleh gerakan Pencerahan (enlightenment / aufklarung) dan mengabadikan dirinya hingga abd ke-20 melalui dominasi sains dan kapitalisme.
Menariknya, hampir segenap bangunan peradaban modern, mungkin peradaban lainnya, selalu meletakkan ‘manusia’ sebagai subjek otonom, pusat kesadaran dunia yang mempunyai ‘hak’ penuh secara bebas mengembangkan kreativitasnya tanpa belenggu otoritas apapun, termasuk otoritas agama. Pada konteks inilah, humanisme sebagai sebuah aliran kefilsafatan yang menempatkan ‘kebebasan’ manusia; baik berpikir, bertindak dan bekerja, sebagai segala­galanya, berpengaruh secara signifikan terhadap munculnya bangunan peradaban modern (mungkin juga lainnya).
Ilmu pengetahuan (sains) adalah teori-teori yang dikumpulkan manusia melalui suatu proses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio. Dalam pengumpulan data dan berbagai observasi dan pengukuran pada gejala alamiyah itu dianalisis, kemudian diambil kesimpulan. Inilah yang diberi istilah intizhari suatu kajian yang ada hubungannya dengan nazhar, yang bunyi dan artinya dekat dengan nalar.
Intizhari akan melahirkan teori-teori baru, kemudian menghasilkan teknologi sebagai penerapan sains secara sistematis untuk mengubah / mempengaruhi alam rnateri di sekeliling kita dalam suatu proses produktif ekonomis untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi umat rnanusia. Teknologi pembuatan mesin, pembuatan obat-obatan, pembuatan beraneka ragarn bahan, termasuk bahan makanan, dan sebagainya adalab hasil penerapan ilmu fisika, kimia, biologi, dan lain-lain ilmu kealaman yang sesuai.

PEMBAHASAN
B.     Pembahasan
1.      Teori
Teori adalah suatu bentuk pandangan yang diakumulasi dalam satu bentuk kegiatan baik bersifat penalaran maupun yang bersifat ilmiah dan diakui oleh umum. Dalam filsafat ilmu terdapat tiga teori, yakni :
a.       Teori pengetahuan (Epistimologi) adalah cara membentuk pengetahuan logika dengan cara membentuk pengetahuan itu sendiri. Ada beberapa teori yang dapat dilahat sebagai teori pengetahuan, yakni :
-          Empirisme (John Locke 1632-1704)
-          Rasionalisme (Rene Decartes 1596 – 1650)
-          Positivisme (August Compte, 1798 – 1857)
-          Intusionisme (Hendri Bergson, 1859 – 1941)
b.      Teori Hakikat (Ontologi) adalah pembahasan pengetahuan objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakekatnya. Teori ini terdiri atas :
-          materialisme/naturalisme :hakikat benda adalah materi itu sendiri, rohani, jiwa, spirit muncul dari benda, Naturalisme tidak mengakui roh , jiwa tentu saja termasuk Tuhan
-          Idealisme : Hakikat benda adalah rohani, spirit. Alasan : nilai rohnya lebih tinggi dari badan, manusia tidak dapat memahami dirinya daripada dunia dirinya.
-          Dualisme : hakikat benda itu dua, materi dan imateri, materi bukan muncul dari roh, roh bukan muncul dari benda, sama-sama hakikatnya
-          Agnotisme : manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda
c.       Teori Nilai (Aksiologi) adalah pengetahuan etika-estetika
-          Hedonisme : sesuatu dianggap baik jika mengandung kenikmatan bagi manusia (hedon)
-         

Vitalisme : baik buruknya ditentukan oleh ada tidaknya kekuatan hidup yang dikandung obyek-obyek yang dinilai, manusia yang kuat, ulet, cerdas adalah manusia yang baik
-          Utilitarisme : Yang baik adalah yang berguna, jumlah kenikmatan- jumlah penderitaan = nilai perbuatan
-          Pragmatisma : Yang baik adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan, ukuran kebenaran suatu teori ialah kegunaan praktis teori itu, bukan dilihat secara teoritis
2.      Filsafat
a.      Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : Philosophia, yang terdiri atas dua kata : Philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis, inteligensi), dalam bahasa inggiris sendiri, kata filsafat  berasal dari philosophy. Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof yang  dalam bahasa arab disebut Failasuf  (Bakhtiar Amsal 2005 : 4)
Istilah filsafat sering dipergunakan secara populer dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan secara populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu), dan dapat juga dikatakan pandangan hidup (masyarakat) pandangan populer ini dapat dilihat dari kalimat “Pancasila merupakan satu-satunya Falsafah hidup bangsa Indonesia(Uyoh Sadulloh 2003 : 16). Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa filsafat sebagai cara berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak memiliki kegunaan praktis. 
Harun Nasition (dalam Bakhtiar Amsal), mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab Falsafa dengan Wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, kata benda dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Menurutnya dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat.

Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik.
Filsafat dapat diartikan juga sebagai “Berpikir reflektif dan kritis”(reflektif and critical thinking). Namun, Ramdhal dan Buchler (1942) memberikan kritik terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan bahwa definisi tersebut tidak memuaskan karena beberapa alasan, yaitu : 1) tidak menunjukkan karakteristik yang berbeda antara berpikir filosofi dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuan juga berpikir reflektif dan kritis, padahal antara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli hukum, ahli ekonomi, juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan filosof atau ilmuan. (Uyoh Sadulloh 2009 : 17)
Sutan Takdir Alisjahbana yang dikutip Bakhtiar Amsal dalam bukunya Filsafat Ilmu, berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir dengan insaf. Yang dimaksud dengan insaf adalah  berpikir dengan teliti, menurut aturan yang pasti. Sementara itu, Deng Fung Yu Lan, seorang filosof dari dunia Timur, mendefinisikan filsafat adalah pikiran yang sistimatis dan refleksi tentang hidup.   
b.      Obyek Filsafat
Pada dasarnya setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti Mekanika adalah objek material ilmu fisika. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan deduktif dan induktif.
Objek material filsafat adalah segalah yang ada. Kaitannya dengan segalah yang ada adalah sesuatu yang tampak dan yang tidak tampak. Sedangkan objek formal dari filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
c.       Model-model Filsafat

Beda orang, beda cara berpikirnya dalam mendekati filsafat. Mulai dari yang sangat abstrak dan matematis hingga yang konkrit dan historis dan dari sangat positifistis hingga yang sangat teologis. Sejak Rene Deskartes, filusuf moderen pertama yang sangat penting diabad ke-17, hingga Otto Neurath, seorang positifis logis abad ke-20 (Ravertz 2009 : 69). Dari perbedaan yang ada, Filsafat sebagai metode berpikir, maupun sebagai hasil berpikir radikal, sistematis, dan universal tentang segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, dapat dibedakan menjadi :
-          Filsafat Spekulatif
Filsafat spekulatif adalah cara berpikir sistematis tentang segala yang ada (Sadulloh 2003 : 19). Filsafat spekulatif tergolong filsafat tradisional. Dalam hal ini filsafat dianggap sebagai suatu bangunan pengetahuan (body of knowledge). Filsafat spekulatif merenungkan secara rasional spekulatif seluruh persoalan manusia dalam hubungannya dengan segala yang ada pada jagat raya ini. Filsafat mencari keteraturan dan keseluruhan yang diterapkan, bukan pada suatu item pengalaman khusus, melainkan pada semua pengalaman dan pengetahuan.
-          Filsafat Perskriptif
Filsafat perskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilian tentang perbuatan manusia, dan penilaian tentang seni (Sadulloh 2003 : 19). Filsafat perskriptif menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek. Bagi pendidik dan ahli filsafat preskriptif, menilai suatu perilaku ada yang bermanfaat dan ada yang tidak bermanfaat. Dengan demikian filsafat peskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat.
-          Filsafat Analitik

Model analitik terdapat dua golongan, yaitu analitik linguistik dan analitik positivistik logis. Model analitik linguistik mengandung arti bahwa filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istila (Sadulloh 2003 : 21). Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat.  G.E Moore, Bertrand Russell, G. Ryle (dalam Uyoh Sadulloh) berpendapat bahwa  tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboraterium para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide. Sementara itu Wittgenstein mengatakan bahwa tanpa penggunaan logika bahasa, pernyataan-pernyataan akan tidak bermakna (Amsal Bakhtiar 2010 : 176).
Model analitik positivistik logis dikenal dengan neo positivisme dikembangkan oleh Bertrand Russel. Model ini melanjutkan filsafat positivisme dari Comte yang merupakan peletak dasar  pendekatan kuantitatif  dalam pengembangan ilmu (Sadullo 2003 : 22). Model analitik positivistik menjadikan matematika sebagai dasar bagi  semua cabang ilmu. Kunto Wibisono (dalam Uyoh Sadulloh) menyebutkan bahwa positivisme merupakan suatu model dalam pengembangan ilmu pengetahuan  (knowledge) yang didalam langkah kerjanya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi, dan komparasi sebagaimana diterapkan dalam ilmu kealaman, dan model ini dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial.

3.      Mungkinkah Manusia Itu Mempunyai Pengetahuan
Manusia mamiliki insting seperti yang di miliki oleh hewan. Namun, manusia memiliki kelebihan yaitu kemampuan “berpikir” dengan kata lain “ curiousity”-nya tidak “idle” tidak tetap itu sepanjang zaman. Manusia memiliki rasa ingin tahu yang berkembang, atau dengan kata lain manusia mempunyai kamampuan berpikir. Ia bertanya terus setelah tahu tentang “apa” mereka juga ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa” begitu (Jasin Maskoeri 2002 : 13).
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing yang lebih efektif untuk berburu, tetapi pengetahuan manusia juga berkembang sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan.

Selain rasa ingin tahu, perilaku manusia juga ditunjukkan oleh organ tubuh ketika berhubungan dengan manusia lain, pada dasarnya, diatur dan dikontrol oleh sistem jaringan otak. Jaringan ini mengendalikan bagian spesifik otak sehingga terjadi sinergisitas  antar sel saraf, otot, dan organ tubuh bagian luar. Sinergisitas ini penumbuh kemampuan untuk menunjukkan, memproses, atau menerjemahkan pesan dari seseorang, mengirimkannya kembali kepada orang lain (Deni Darmawan 2009 : 3).
Proses pengiriman informasi (pengetahuan) manusia dilakukan secara turun temurun, hal ini yang kemudian mendorong setiap generasi melakukan berbagai inofasi dan teknik yang kemudian memberikan corak berdasarkan perkembangan kebutuhan yang terjadi. Dalam persepektif historis, pola perkembangan pengetahuan manusia ini sudah terjadi cukup lama, dan ini dapat dilihat dari mulai jaman Batu, hingga jaman perunggu, dari jaman kalasik hingga moderen.

4.      Sumber dan Alat Pengetahuan
a.      Mitos
Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan hanya atas dasar pengamatan maupun pengalamannya. Untuk memuaskan alam pikirannya, manusia mereka-reka sendiri jawabannya. Sebagai contoh “apakah pelangi itu ?”, karma tak dapat jawab, mereka mereka-reka jawaban bahwa pelangi adalah selendang “bidadari”. Jadi muncul pengetahuan baru yaitu “bidadari”. Contoh lain mengapa gunung meletus? ,karma tak tahu jawabannya maka di reka-reka sendiri dengan jawaban”yang berkuasa dari gunung itu sedang marah”. Maka disini muncul pengetahuan baru yang disebut “yang berkuasa”. Dengan menggunakan jalan pikiran yang sama muncullahn anggapan adanya “yang berkuasaa” di dalam hutan lebat, sungai yang besar, pohon yang besar, matahari, bulan, atau adanya raksasa yang menelan bulan pada saat gerhana rembulan. Pengetahuan-pengetahuan baru yang bermunculan dan kepercayaan itu kita sebut dengan “mirtos” Adapun cerita yang berdasarkan atas mitos ini di sebut “legenda”. ( Jasin Maskoeri 2002 : 24)
Mitos itu timbul di sebabkan antara lain karna keterbatrasan alat indra manusia misalnya :
-          Alat penglihatan
Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata.mata tak dapat membedakan 10 gambar yang berada satu dengan yang lain dalam satu detik. Jika ukuran partikel terlalu kecil, demikian juga jiaka benda yang di lihat terlalu jauh. Maka tak mampu melihatnya. 

Alat pendengar
Pedengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai ferkuensi 30 sampai 30.000 per/detik. Getaran dibawah tiga puluh atau di atas tiga puluh ribu per/detik tak mendengar.
-          Alat pencium dan pencecap
Bau rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun di ciumnya. Manusia hanya bias membedakan 4 jenis rasa yaitu rasa manis,asam, asin, dan pahit. Baui seperti parfum dan bau-bauan yang lain dapat di kenal oleh hidung kita bila konsentrasinya di udara lebih dari sepersepuluh juta bagian. Melalui bau manusia dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain, namun tidak semua orang mampu melakukannya.
-          Alat Perasa
Alat perasa pada kulit manusia dapat di bedakan panas atau dingin namun sangat relative, sehingga tidak bias di pakai sebagai alat observasi yang tepat.
b.      Penalaran
Manusia secara terus menerus selalu mengembakan pengetahuannya tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang menyangkut kebutuhan kelangsungan hidupnya saja. Mereka berusaha untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Mereka juga berusaha untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, dan yang indah dan mana yang jelek. Mereka harus berpikir dan harus nerasakan sedemikian hingga menarik kesimpulan, dan memperoleh pengetahuan. Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk berpikir, merasa bersikap dan bertindak.

Berpikir adalah suatu kegiatan untuk memperoleh /menemukan pengetahuan yang benar. Dan proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan yang benar ini disebut penelaran. Pengetahuan yang dihasilkan penalaran ini hasil kegiatan berpikir, bukanlah hasil perasaan. Perlu kita sadari bahwa tidak senua kegitan berpikir merupakan penalaran. Maskoeri Jasin dalam buku Ilmu Alamiah Dasar menjelaskan bahwa penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu yakni logis dan analisis.
Ada berbagai cara cara untuk menperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang tidak berdasarkan penalaran, antara lain:
  1. Pengambilan kesimpulan berdasarkan perasaan. Merasa merupakan suatu cara menarik kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran.
  2. Intuisi; intuisi merupakan kegiatan berpikir yang tidak anlistis, tidak berdasarkan pola berpikir tertentu. Pada pendapat yang berdasarkan intuisi timbul dari pengetahuan-pengetahuan yang terdahulu melalui suatu proses berpikir yang tidak di sadari. Seolah-olah pendapat itu muncul begitu saja tanpa dipikir. Seseorang yang memusatkan pikirannya pada pemecahan suatu masalah tersebut tanpa proses berpikir yang berliku-liku dan teratur.
Instuisi dapat juga timbul pada saat seseorang tidak sepenuhnya sadar, yang ditemukan tidak pada waktu ia sadar sedang memikirkan masalah tersebut timbullah instuisi mungkinterjadi juga pada seseorang yang menunda pemecahan suatu masalah karena mengalami jalan buntu. Pada orang itu secara tiba-tiba muncul jawaban yang lengkap dari masalah yang tidak sedang ia cari itu. Ia merasa bahwa itulah jawaban yang  ia cari, tetapi ia tidak dapat menjelaskan bagaimana ia sampai pada pemecahan masalah tersebut. Pengetahuan intuitif tidak dapat di andalkan sebagai dasar untuk menyusun penegtahuan secara teratur. Pengetahuan ini dapat di gunakan sebagai hipotesis dan selanjutnya perlu dilakukan analisis untuk menentukan kebenaranya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa instuisi merupakan pengalaman puncak. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa instuisi merupakan intelegensi yang paling tinggi.
  1. Wahyu; wahyu adalah pengetahuan yang di sampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini di salurkan lewat Nabi yang di utus-Nya. Dengan wahyu,manusia memperoleh penegtahuan dengan keyakinan (kepercayaan) bahwa yang di wahyukan tersebut benar.

  2. Trial and error. Trial and error adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan secara coba-coba atau untung-untungan. Mulai zaman purba sampai sekarang banyak manusia yang dalam usaha memperoleh pengetahuan dengan cara coba-coba memakan waktu yang lama, hingga cara ini merupakan cara yang tidak efisien bila digunakan untuk mencari kebenaran.
PENUTUP

Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Ilmu bisa maju (yaitu agar aksioma atau pernyataan denotatif bisa diterima) para ilmuan baik secara individu atau kelompok harus memperoleh persetujuan dari semua ilmuan dalam bidang yang sama. Kemudian bila pemikiran ilmiah menjadi semakin rumit, maka demikian juga bentuk pembuktiannya: semakin rumit buktinya, semakin rumitlah teknologi yang diperlukan untuk mencapai tataran keabsahan yang diterima secara umum.
Demikianlah, makalah Filsafat Ilmu ini dibuat sebagai bagian dari tanggung jawab ilmiah untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan ilmu tanpa mengindahkan sejarah perjalanan ilmu itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar Amsal; Filsafat Ilmu; Raja Grafindo Persada Jakarta, 2010
Darmawan Deni, Komunikasi Pembelajaran Berbasis Brain, Humaniora; Bandung, 2009
http//www.foxitsovtware.com; dr. Liza; Pengantar Filsafat dan Ilmu; Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Cirebon 2006;  
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan; Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2009
John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer, Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas; Kanisius Yogyakarta 2001
Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat di Terjemahkan Oleh Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Bandung, 1998
Maskoeri Jasin;  Ilmu Alamiah Dasar , Raja Grafindo Persada; Jakarta, 2002
Uyoh Sadulloh; Pengantar Filsafat Pendidikan; Alfabeta Bandung, 2003


Selasa, 14 Januari 2020

TANTANGAN PENDIDIKAN TINGGI DI ERA REVOLUSI TEKNOLOGI 4.0


TANTANGAN PENDIDIKAN TINGGI DI ERA REVOLUSI TEKNOLOGI 4.0
Oleh :
Asyhari A. Usman
Pendahuluan

Landasan pengembangan pendidikan tinggi didasarkan pada UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi. Hal ini sebagaimana termuat dalam pasal 4 yang menegaskan tentang fungsi pendidikan tinggi, antara lain; (a) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (b) mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan (c) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.

Dari amanat UU No. 12 Pasal 4, dengan jelas mendorong pendidikan tinggi untuk selalu merespon perkembangan dan bermuara pada terbentuknya manusia yang kreatif, inovatif serta berdaya saing tinggi. Ketegasan ini juga harus memperhatikan nilai-nilai Pancasila, serta kearifan lokal. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong terbentuknya manusia Indonesia yang agamais dan nasionalis. Dalam upaya mewujudkan amanah UU tersebut, pemerintah mulai melakukan berbagai upaya sebagaimana yang diwujudkan melalui penetapan standar Lulusan yang dapat menjawab tantangan dunia kerja.

Revolusi industri menjadi satu momen sejarah yang memutar balik kehidupan manusia baik dalam sosial, ekonomi dan budaya. Revolusi industri pertama kali terjadi di abad 17-18 dimana dimulainya dengan penemuan mesin uap, yang kemudian hal ini mempengaruhi dalam bidang pertanian, pertambangan dan transportasi. Penggunaan mesin dalam manufaktur telah menggantikan tenaga hewan dan manusia yang selama ini menjadi sumber alat atau tenaga kerja dalam produksi, sehingga memberikan dampak signifikan dalam pendapatan masyarakat yang kemudian sangat berdampak atas aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan adanya globalisasi tersebut Kita dapat mengambil dampak positif dimana konektivitas antar Negara dan bangsa, terutama dalam bidang pendidikan akan meningkat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kini menyebabkan perubahan baru bagi dunia yang disebut dengan revolusi industri 4.0.
Dengan adanya era revolusi industri 4.0, itu artinya dunia pendidikan sendiri perlu untuk meramu sistem belajar mengajar guna mempersiapkan generasi di era ini. Dalam dunia digitalisasi di era ini tentunya disrupsi pendidikan telah merebak dalam teknologi pendidikan. Digitalisasi yang merubah data menjadi informasi telah mendisrupsi dunia pendidikan. Mesin pencari informasi menjadi sumber pembelajaran yang sangat kaya dan menyediakan beragam sumber pembelajaran, sehingga seorang peserta didik datang ke kelas sudah dengan beragam informasi yang telah dicari, ditemukan dan didengarnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dalam sambutan tertulis peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-73 tingkat Provinsi Jawa Barat mengungkapkan bahwa guru perlu meningkatkan profesionalisme terkait mental, komitmen, dan kualitas agar memiliki kompetensi sesuai dengan perkembangan Revolusi Industri 4.0.

Pembahasan
A.   Sejarah Perkembangan Industri 4.0
Definisi mengenai Industri 4.0 beragam karena masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Kanselir Jerman, Angela Merkel (2014) berpendapat bahwa Industri 4.0 adalah transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Schlechtendahl dkk (2015) menekankan definisi kepada unsur kecepatan dari ketersediaan informasi, yaitu sebuah lingkungan industri di mana seluruh entitasnya selalu terhubung dan mampu berbagi informasi satu dengan yang lain.
Pengertian yang lebih teknis disampaikan oleh Kagermann dkk (2013) bahwa Industri 4.0 adalah integrasi dari Cyber Physical System (CPS) dan Internet of Things and Services (IoT dan IoS) ke dalam proses industri meliputi manufaktur dan logistik serta proses lainnya. CPS adalah teknologi untuk menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya. Penggabungan ini dapat terwujud melalui integrasi antara proses fisik dan komputasi (teknologi embedded computers dan jaringan) secara close loop (Lee, 2008).
Industri revolusi generasi pertama kali terjadi di Britania Raya pada akhir abad ke-17 yang terjadi secara spontan tanpa adanya dorongan dari pemerintah dan merupakan generasi yang paling signifikan perubahannya dalam rangkaian generasi revolusi industri; dari konvensional menjadi berbasis teknologi (Deane, 2003). Lahirnya penemuan mesin uap dan alat tenun listrik menjadi titik awal industri 1.0 yang merupakan zaman mesin industri pertama (Hartwell, 2017).
Industri 2.0 merupakan hasil upgrade dari industri 1.0 dimana sistem produksi pabrik telah menerapkan elektromagnetik dan memproduksi secara massal menggunakan sistem assembly lines (Zhou, Zhou, & Liu, 2015). Revolusi industri kedua ini distimulasi oleh teori Faraday dan Maxwell yang mengkombinasikan gaya magnet dan gaya listrik. Kedua teori tersebut kemudian melahirkan pembangkit listrik dan motor listrik yang berperan penting dalam lini perakitan (assembly line) untuk produksi massal (Xing & Marwala, 2006)
Era industri 3.0 dimana internet merupakan inovasi yang dikembangkan dengan kemajuan teknologi yang memudahkan perusahaan untuk saling berkomunikasi melalui perangkat keras, jaringan perangkat lunak komputer, dan sistem telekomunikasi (Smith, 2000).
Konsep revolusi industri 4.0 pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab. Ekonom terkenal asal Jerman yang menulis dalam bukunya, The Fourth Industrial Revolution bahwa konsep itu telah mengubah hidup dan kerja manusia. Industri 4.0, yang sedang berlangsung saat ini, mengacu pada kemajuan teknologi modern di mana internet dan teknologi pendukung (seperti embbeded system/ sistem tertanam) berperan sebagai pusat pengoperasian integrasi sistem produksi. Konsep-konsep seperti Internet of Things (IoT), internet industri, komputasi awan (Cloud-based Manufactoring), dan Smart Manufacturing merupakan aspek penting dari konsep visioner revolusi industri keempat (Schumacher, Erol, & Sihn, 2016).

B.   Pendidikan Dalam Era Revolusi Industri 4.0

Pola kerjasama antara dunia akademik dan industri sangat diperlukan untuk mempercepat realisasi Industri 4.0. Tren peningkatan jumlah riset tiap tahunnya menjadi bukti bahwa para akademisi mulai mengarahkan fokus risetnya pada Industri 4.0. Kondisi ini perlu diperhatikan oleh dunia pendidikan terutama di negara-negara berkembang agar segera tanggap terhadap perubahan yang terjadi dan mempersiapkan sumber daya yang dimiliki dalam rangka menghadapi tren Industri 4.0.
Hermann et al (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama, interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar. Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis yang meliputi; (a) kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat; (b) kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman; (c) meliputi bantuan visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin.
Perguruan tinggi/universitas harus bisa mengikuti trend perkembangan teknologi, yang menjadi barometer dalam menangani pendidikan, perlu mencari metode untuk mengembangkan kapasitas kognitif mahasiswa: higher order mental skills, berfikir kritis dan sistemik, dan menjadi amat penting untuk bertahan di era revolusi industri 4.0. Karakteristik revolusi industri 4.0, ini meliputi digitalisasi, optimalisasi, dan kustomisasi produksi, otomasi dan adapsi, human machine interaction, value added services and businesses, automatic data exchange and communication, dan memadukan penggunaan teknologi internet. Saat ini, di Indonesia baru ada 51 perguruan tinggi negeri (PTN) yang siap menggelar kuliah non tatap muka, dalam menghadapi era disrupsi teknologi informasi dan komunikasi, sedangkan PTS masih terus berpacu meningkatkan peran dari model kuliah kompensional menuju ke arah yang lebih baik dalam era revolusi industri. Pengembangan Cyber University sudah banyak diterapkan di negara maju.  
Digitalisasi yang merubah data menjadi informasi telah mendisrupsi dunia pendidikan. Mesin pencari informasi menjadi sumber pembelajaran yang sangat kaya dan menyediakan beragam sumber pembelajaran, sehingga seorang peserta didik datang ke kelas sudah dengan beragam informasi yang telah dicari, ditemukan dan didengarnya.
Klaus Schwab, Executive Chairman World Economic Forum dalam artikel ilmiahnya memiliki hipotesis bahwa saat ini miliaran orang telah terhubung dengan perangkat mobile, penemuan kecepatan pemrosesan byte demi byte data internet, perkembangan besaran kapasitas penyimpanan hard drive data telah meningkatkan kapasitas pengetahuan manusia melebihi sistem konvensional yang didapatkan anak-anak di bangku sekolah, bagaimana akses terhadap ilmu pengetahuan begitu terbuka secara nyata, tidak terbatas dan belum pernah terjadi sebelumnnya. Semua ini bukan lagi mimpi, tetapi telah menjadi terobosan teknologi baru di bidang robotika, Internet of Things, kendaraan otonom, percetakan berbaris 3-D, nanoteknologi, bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum.
Pendidikan 4.0 merupakan cara untuk melengkapi fenomena integrasi digital dalam kehidupan sehari-hari di mana manusia dan mesin berinteraksi untuk memecahkan masalah dan menemukan teori inovasi baru. Dalam pendidikan 4.0, akses informasi tidak terbatas ruang dan waktu serta proses belajar mengajar telah menjadi dinamis. Masa depan pendidikan 4.0 dapat mengubah pemanfaatan informasi dengan cara yang praktis dan berbasis digital. Untuk mengatasi kebutuhan revolusi industri 4.0 dalam pendidikan, lembaga pendidikan harus terus mengintegrasikan metode inovatif untuk meningkatkan proses belajar mengajar (Halili, 2019).

C.   Revitalisasi Sistem Pembelajaran

Klaus Schwab, Executive Chairman World Economic Forum dalam artikel ilmiahnya memiliki hipotesis bahwa saat ini miliaran orang telah terhubung dengan perangkat mobile, penemuan kecepatan pemrosesan byte demi byte data internet, perkembangan besaran kapasitas penyimpanan hard drive data telah meningkatkan kapasitas pengetahuan manusia melebihi sistem konvensional yang didapatkan anak-anak di bangku sekolah, bagaimana akses terhadap ilmu pengetahuan begitu terbuka secara nyata, tidak terbatas dan belum pernah terjadi sebelumnnya. Semua ini bukan lagi mimpi, tetapi telah menjadi terobosan teknologi baru di bidang robotika, Internet of Things, kendaraan otonom, percetakan berbaris 3-D, nanoteknologi, bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum.
Hecklau, Galeitzke, Flachs, & Kohl, 2016 (dalam Wiyono dan Zakiah 2019 : 6) menegaskan bahwa kompetensi inti yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan industri 4.0 adalah :
1.    Kategori Kompetensi Teknikal; pada kategori ini dibuhkan kompetensi berupa; (a). Pengetahuan terbarukan; (b) kemampuan teknikal; (c) kemampuan pemahaman yang cepat; (d) kemampuan menggunakan media; (e) kemampuan coding dan pemrograman; (e) memahami sistem keamanan IT.
2.     Kategori Kompetensi Metodologi; kategori ini terdiri atas (a) kreatifitas; (b) berjiwa entrepreneur; (c) problem solving; (d) conflict solving; (e) kemampuan memilih keputusan (f) kemampuan analitis; (g) research skills; (h) berorientasi efisien.
3.    Kategori Kompetensi Sosial; kategori ini terdiri atas (a) Kemampuan adaptasi antar budaya; (b) Kemampuan berbahasa; (c) Kemampuan berkomunikasi; (d) Kemampuan membangun jaringan; (e) Kemampuan bekerja sama dalam tim; (f) Kemampuan mentransfer pengetahuan; (g) Kemampuan memimpin
4.    Kategori Kompetensi Personal; kategori ini meliputi (a) Fleksibilitas; (b) Kemampuan bertoleransi/adaptasi; (c) Motivasi untuk belajar; (d) Mampu bekerja di bawah tekanan; (e) Memiliki inisiatif; dan (f) Mudah menyesuaikan dengan kemajuan teknologi
Perubahan dalam sistem pendidikan tentunya akan berdampak pula pada peran guru sebagai tenaga pendidik. Guru dituntut memiliki kompetensi tinggi untuk menghasilkan peserta didik yang mampu menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0. Qusthalani menyebutkan lima kompetensi yang harus dipersiapkan guru memasuki era Revolusi Industri 4.0, yaitu, pertama, educational competence, kompetensi pembelajaran berbasis internet sebagai basic skill; kedua, competence for technological commercialization. Artinya seorang guru harus mempunyai kompetensi yang akan membawa peserta didik memiliki sikap entrepreneurship dengan teknologi atas hasil karya inovasi peserta didik; ketiga, competence in globalization, yaitu, guru tidak gagap terhadap berbagai budaya dan mampu menyelesaikan persoalan pendidikan. Keempat, competence in future strategies dalam arti kompetensi untuk memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility, dan rotasi. Kelima, conselor competence, yaitu kompetensi guru untuk memahami bahwa ke depan masalah peserta didik bukan hanya kesulitan memahami materi ajar, tetapi juga terkait masalah psikologis akibat perkembangan zaman.
Gerakan kebaruan untuk merespon era industri 4.0. Adalah salah satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi baru sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu, 1) literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi manusia (Aoun, 2017). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0. Literasi baru yang diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan matematika
Penutup
Memasuki era Revolusi Industri 4.0, kebutuhan dunia pendidikan akan teknologi merupakan suatu keniscayaan. Karena itu, perguruan tinggi dituntut untuk melakukan revitalisasi sistim, baik itu dalam sistem pelayanan akademik, pembelajaran hingga fasilitas dalam mendorong output perguruan tinggi yang kompeten dan berdaya saing.
Industri 4.0 membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia. Pendidikan tinggi harus mampu membekali lulusan dengan ketiga literasi tersebut melalui revitalisasi chronosystem yang meliputi sistem pembelajaran, unit pengelola pendidikan, mahasiswa, dan Dosen dan tenaga kependidikan.
Daftar Pustaka

D’Souza, U., & Kamaruddin, M. (2016). Industrial Revolution 4 . 0 : Role of Universities, 8(9), 2–3. https://doi.org/10.6007/IJARBSS/v8-i9/4593
Halili, S. H. (2019). Technological Advancements In Education 4 . 0, 7(1), 63–69.
http://www.scribd.com/doc/4812047/Revolusi-Industri-Inggris, diakses tanggal 24 Agustus 2019 pukul 12.25 WIT.
http://www.scribd.com/doc/13262601/Sejarah-Revolusi-Industri, diakses tanggal 24 Agustus 2019, pukul 12.25 WIT.
Mahmudi, Ali. (2009). Mengembangkan Kompetensi Guru Melalui Lesson Study. Jurnal Forum Kependidikan, Volume 28, No. 2, Maret 2009
Meulen, SJ, dan W.J.van der, Belajar dan Lahirnya Industrialisasi di Eropa, Jakarta : Yayasan Kerjasama Perguruan Tinggi
Yahya Muhammad 2018 “ Era Industri 4.0 : Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia. Makalah Orasi Ilmiah
 Zakiyah, S., Akhsan, H., & Wiyono, K. (2019). Developing introduction to quantum physics textbook in the syllabus of spin particles based on science, technology, engineering, and mathematics (STEM). Journal of Physics: Conference Series, 1166

WASIAT SULTAN MUHAMMAD AL-FATIH UNTUK ANAKNYA

"Tak lama lagi aku akan menghadap Allah Subhanahu waTa'ala. Namun aku sama sekali tidak merasa menyesal, sebab aku meninggalk...