TANTANGAN PENDIDIKAN TINGGI DI ERA
REVOLUSI TEKNOLOGI 4.0
Oleh :
Asyhari A. Usman
Pendahuluan
Landasan pengembangan pendidikan
tinggi didasarkan pada UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi. Hal ini
sebagaimana termuat dalam pasal 4 yang menegaskan tentang fungsi pendidikan
tinggi, antara lain; (a) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (b)
mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya
saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan (c) mengembangkan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.
Dari amanat UU No. 12 Pasal 4, dengan
jelas mendorong pendidikan tinggi untuk selalu merespon perkembangan dan
bermuara pada terbentuknya manusia yang kreatif, inovatif serta berdaya saing
tinggi. Ketegasan ini juga harus memperhatikan nilai-nilai Pancasila, serta
kearifan lokal. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong terbentuknya manusia
Indonesia yang agamais dan nasionalis. Dalam upaya mewujudkan amanah UU
tersebut, pemerintah mulai melakukan berbagai upaya sebagaimana yang diwujudkan
melalui penetapan standar Lulusan yang dapat menjawab tantangan dunia kerja.
Revolusi industri menjadi satu momen sejarah yang memutar
balik kehidupan manusia baik dalam sosial, ekonomi dan budaya. Revolusi
industri pertama kali terjadi di abad 17-18 dimana dimulainya dengan penemuan
mesin uap, yang kemudian hal ini mempengaruhi dalam bidang pertanian,
pertambangan dan transportasi. Penggunaan mesin dalam manufaktur telah
menggantikan tenaga hewan dan manusia yang selama ini menjadi sumber alat atau
tenaga kerja dalam produksi, sehingga memberikan dampak signifikan dalam
pendapatan masyarakat yang kemudian sangat berdampak atas aspek ekonomi,
sosial, dan budaya. Dengan
adanya globalisasi tersebut Kita dapat mengambil dampak positif dimana
konektivitas antar Negara dan bangsa, terutama dalam bidang pendidikan akan
meningkat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kini menyebabkan
perubahan baru bagi dunia yang disebut dengan revolusi industri 4.0.
Dengan adanya era revolusi industri 4.0, itu artinya
dunia pendidikan sendiri perlu untuk meramu sistem belajar mengajar guna mempersiapkan
generasi di era ini. Dalam dunia digitalisasi di era ini tentunya disrupsi
pendidikan telah merebak dalam teknologi pendidikan. Digitalisasi yang merubah
data menjadi informasi telah mendisrupsi dunia pendidikan. Mesin pencari
informasi menjadi sumber pembelajaran yang sangat kaya dan menyediakan beragam
sumber pembelajaran, sehingga seorang peserta didik datang ke kelas sudah
dengan beragam informasi yang telah dicari, ditemukan dan didengarnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dalam
sambutan tertulis peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-73 tingkat
Provinsi Jawa Barat mengungkapkan bahwa guru perlu meningkatkan profesionalisme
terkait mental, komitmen, dan kualitas agar memiliki kompetensi sesuai dengan
perkembangan Revolusi Industri 4.0.
Pembahasan
A. Sejarah Perkembangan Industri 4.0
Definisi
mengenai Industri 4.0 beragam karena masih dalam tahap penelitian dan
pengembangan. Kanselir Jerman, Angela Merkel (2014) berpendapat bahwa Industri
4.0 adalah transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di
industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional.
Schlechtendahl dkk (2015) menekankan definisi kepada unsur kecepatan dari
ketersediaan informasi, yaitu sebuah lingkungan industri di mana seluruh
entitasnya selalu terhubung dan mampu berbagi informasi satu dengan yang lain.
Pengertian
yang lebih teknis disampaikan oleh Kagermann dkk (2013) bahwa Industri 4.0
adalah integrasi dari Cyber Physical System (CPS) dan Internet of
Things and Services (IoT dan IoS) ke dalam proses industri meliputi
manufaktur dan logistik serta proses lainnya. CPS adalah teknologi untuk
menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya. Penggabungan ini dapat
terwujud melalui integrasi antara proses fisik dan komputasi (teknologi embedded
computers dan jaringan) secara close loop (Lee, 2008).
Industri
revolusi generasi pertama kali terjadi di Britania Raya pada akhir abad ke-17
yang terjadi secara spontan tanpa adanya dorongan dari pemerintah dan merupakan
generasi yang paling signifikan perubahannya dalam rangkaian generasi revolusi
industri; dari konvensional menjadi berbasis teknologi (Deane, 2003). Lahirnya
penemuan mesin uap dan alat tenun listrik menjadi titik awal industri 1.0 yang
merupakan zaman mesin industri pertama (Hartwell, 2017).
Industri
2.0 merupakan hasil upgrade dari industri 1.0 dimana sistem produksi pabrik
telah menerapkan elektromagnetik dan memproduksi secara massal menggunakan
sistem assembly lines (Zhou, Zhou, & Liu, 2015). Revolusi industri
kedua ini distimulasi oleh teori Faraday dan Maxwell yang mengkombinasikan gaya
magnet dan gaya listrik. Kedua teori tersebut kemudian melahirkan pembangkit
listrik dan motor listrik yang berperan penting dalam lini perakitan (assembly
line) untuk produksi massal (Xing & Marwala, 2006)
Era
industri 3.0 dimana internet merupakan inovasi yang dikembangkan dengan
kemajuan teknologi yang memudahkan perusahaan untuk saling berkomunikasi
melalui perangkat keras, jaringan perangkat lunak komputer, dan sistem
telekomunikasi (Smith, 2000).
Konsep revolusi industri 4.0 pertama
kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab. Ekonom terkenal asal Jerman yang
menulis dalam bukunya, The Fourth Industrial Revolution bahwa konsep itu telah
mengubah hidup dan kerja manusia. Industri 4.0, yang sedang
berlangsung saat ini, mengacu pada kemajuan teknologi modern di mana internet
dan teknologi pendukung (seperti embbeded system/ sistem tertanam)
berperan sebagai pusat pengoperasian integrasi sistem produksi. Konsep-konsep
seperti Internet of Things (IoT), internet industri, komputasi awan (Cloud-based
Manufactoring), dan Smart Manufacturing merupakan aspek penting dari
konsep visioner revolusi industri keempat (Schumacher, Erol, & Sihn, 2016).
B.
Pendidikan
Dalam Era Revolusi Industri 4.0
Pola
kerjasama antara dunia akademik dan industri sangat diperlukan untuk
mempercepat realisasi Industri 4.0. Tren peningkatan jumlah riset tiap tahunnya
menjadi bukti bahwa para akademisi mulai mengarahkan fokus risetnya pada
Industri 4.0. Kondisi ini perlu diperhatikan oleh dunia pendidikan terutama di
negara-negara berkembang agar segera tanggap terhadap perubahan yang terjadi
dan mempersiapkan sumber daya yang dimiliki dalam rangka menghadapi tren
Industri 4.0.
Hermann et al (2016) menambahkan, ada
empat desain prinsip industri 4.0. Pertama, interkoneksi (sambungan)
yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan
berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau Internet
of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar.
Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk
menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan
data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga,
bantuan teknis yang meliputi; (a) kemampuan sistem bantuan untuk mendukung
manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk
membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu
singkat; (b) kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai
tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman; (c)
meliputi bantuan visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi
yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan
menjalankan tugas seefektif mungkin.
Perguruan tinggi/universitas harus
bisa mengikuti trend perkembangan teknologi, yang menjadi barometer dalam
menangani pendidikan, perlu mencari metode untuk mengembangkan kapasitas
kognitif mahasiswa: higher order mental skills, berfikir kritis dan
sistemik, dan menjadi amat penting untuk bertahan di era revolusi industri 4.0.
Karakteristik revolusi industri 4.0, ini meliputi digitalisasi, optimalisasi,
dan kustomisasi produksi, otomasi dan adapsi, human machine interaction,
value added services and businesses, automatic data exchange and communication,
dan memadukan penggunaan teknologi internet. Saat ini, di Indonesia baru
ada 51 perguruan tinggi negeri (PTN) yang siap menggelar kuliah non tatap muka,
dalam menghadapi era disrupsi teknologi informasi dan komunikasi, sedangkan PTS
masih terus berpacu meningkatkan peran dari model kuliah kompensional menuju ke
arah yang lebih baik dalam era revolusi industri. Pengembangan Cyber
University sudah banyak diterapkan di negara maju.
Digitalisasi
yang merubah data menjadi informasi telah mendisrupsi dunia pendidikan. Mesin
pencari informasi menjadi sumber pembelajaran yang sangat kaya dan menyediakan
beragam sumber pembelajaran, sehingga seorang peserta didik datang ke kelas
sudah dengan beragam informasi yang telah dicari, ditemukan dan didengarnya.
Klaus Schwab, Executive Chairman
World Economic Forum dalam artikel ilmiahnya memiliki hipotesis bahwa saat
ini miliaran orang telah terhubung dengan perangkat mobile, penemuan kecepatan
pemrosesan byte demi byte data internet, perkembangan besaran
kapasitas penyimpanan hard drive data telah meningkatkan kapasitas
pengetahuan manusia melebihi sistem konvensional yang didapatkan anak-anak di
bangku sekolah, bagaimana akses terhadap ilmu pengetahuan begitu terbuka secara
nyata, tidak terbatas dan belum pernah terjadi sebelumnnya. Semua ini bukan
lagi mimpi, tetapi telah menjadi terobosan teknologi baru di bidang robotika, Internet
of Things, kendaraan otonom, percetakan berbaris 3-D, nanoteknologi,
bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum.
Pendidikan 4.0 merupakan cara untuk
melengkapi fenomena integrasi digital dalam kehidupan sehari-hari di mana
manusia dan mesin
berinteraksi untuk memecahkan masalah dan menemukan teori inovasi baru. Dalam
pendidikan 4.0, akses informasi tidak terbatas ruang dan waktu serta proses
belajar mengajar telah menjadi dinamis. Masa depan pendidikan 4.0 dapat
mengubah pemanfaatan informasi dengan cara yang praktis dan berbasis digital.
Untuk mengatasi kebutuhan revolusi industri 4.0 dalam pendidikan, lembaga
pendidikan harus terus mengintegrasikan metode inovatif untuk meningkatkan
proses belajar mengajar (Halili, 2019).
C. Revitalisasi
Sistem Pembelajaran
Klaus Schwab, Executive Chairman
World Economic Forum dalam artikel ilmiahnya memiliki hipotesis bahwa saat
ini miliaran orang telah terhubung dengan perangkat mobile, penemuan kecepatan
pemrosesan byte demi byte data internet, perkembangan besaran
kapasitas penyimpanan hard drive data telah meningkatkan kapasitas
pengetahuan manusia melebihi sistem konvensional yang didapatkan anak-anak di
bangku sekolah, bagaimana akses terhadap ilmu pengetahuan begitu terbuka secara
nyata, tidak terbatas dan belum pernah terjadi sebelumnnya. Semua ini bukan
lagi mimpi, tetapi telah menjadi terobosan teknologi baru di bidang robotika, Internet
of Things, kendaraan otonom, percetakan berbaris 3-D, nanoteknologi,
bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum.
Hecklau,
Galeitzke, Flachs, & Kohl, 2016 (dalam Wiyono dan Zakiah 2019 : 6) menegaskan
bahwa kompetensi inti yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan industri 4.0
adalah :
1. Kategori
Kompetensi Teknikal; pada kategori ini dibuhkan kompetensi berupa; (a).
Pengetahuan terbarukan; (b) kemampuan teknikal; (c) kemampuan pemahaman yang
cepat; (d) kemampuan menggunakan media; (e) kemampuan coding dan pemrograman;
(e) memahami sistem keamanan IT.
2. Kategori Kompetensi Metodologi; kategori ini
terdiri atas (a) kreatifitas; (b) berjiwa entrepreneur;
(c) problem solving; (d) conflict solving; (e) kemampuan memilih
keputusan (f) kemampuan analitis; (g) research
skills; (h) berorientasi efisien.
3. Kategori
Kompetensi Sosial; kategori ini terdiri atas (a) Kemampuan adaptasi antar
budaya; (b) Kemampuan berbahasa; (c) Kemampuan berkomunikasi; (d) Kemampuan
membangun jaringan; (e) Kemampuan bekerja sama dalam tim; (f) Kemampuan
mentransfer pengetahuan; (g) Kemampuan memimpin
4. Kategori
Kompetensi Personal; kategori ini meliputi (a) Fleksibilitas; (b) Kemampuan
bertoleransi/adaptasi; (c) Motivasi untuk belajar; (d) Mampu bekerja di bawah
tekanan; (e) Memiliki
inisiatif; dan (f) Mudah menyesuaikan dengan kemajuan
teknologi
Perubahan dalam sistem pendidikan
tentunya akan berdampak pula pada peran guru sebagai tenaga pendidik. Guru
dituntut memiliki kompetensi tinggi untuk menghasilkan peserta didik yang mampu
menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0. Qusthalani menyebutkan lima
kompetensi yang harus dipersiapkan guru memasuki era Revolusi Industri 4.0,
yaitu, pertama, educational competence, kompetensi pembelajaran
berbasis internet sebagai basic skill; kedua, competence for
technological commercialization. Artinya seorang guru harus mempunyai
kompetensi yang akan membawa peserta didik memiliki sikap entrepreneurship dengan
teknologi atas hasil karya inovasi peserta didik; ketiga, competence
in globalization, yaitu, guru tidak gagap terhadap berbagai budaya dan
mampu menyelesaikan persoalan pendidikan. Keempat, competence in
future strategies dalam arti kompetensi untuk memprediksi dengan tepat apa
yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture,
joint-research, joint-resources, staff mobility, dan
rotasi. Kelima, conselor competence, yaitu kompetensi guru untuk
memahami bahwa ke depan masalah peserta didik bukan hanya kesulitan memahami
materi ajar, tetapi juga terkait masalah psikologis akibat perkembangan zaman.
Gerakan kebaruan untuk merespon era
industri 4.0. Adalah salah satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah
gerakan literasi baru sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama.
Gerakan literasi baru yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu,
1) literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi manusia (Aoun,
2017). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat
dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0. Literasi baru yang diberikan
diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan gerakan
literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan
matematika
Penutup
Memasuki era Revolusi Industri 4.0, kebutuhan dunia pendidikan
akan teknologi merupakan suatu keniscayaan. Karena itu, perguruan tinggi
dituntut untuk melakukan revitalisasi sistim, baik itu dalam sistem pelayanan
akademik, pembelajaran hingga fasilitas dalam mendorong output perguruan tinggi
yang kompeten dan berdaya saing.
Industri
4.0 membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam literasi digital,
literasi teknologi, dan literasi manusia. Pendidikan tinggi harus mampu
membekali lulusan dengan ketiga literasi tersebut melalui revitalisasi
chronosystem yang meliputi sistem pembelajaran, unit pengelola pendidikan, mahasiswa,
dan Dosen dan tenaga kependidikan.
Daftar Pustaka
D’Souza, U.,
& Kamaruddin, M. (2016). Industrial Revolution 4 . 0 : Role of
Universities, 8(9), 2–3. https://doi.org/10.6007/IJARBSS/v8-i9/4593
Halili, S.
H. (2019). Technological Advancements In Education 4 . 0, 7(1), 63–69.
http://www.scribd.com/doc/4812047/Revolusi-Industri-Inggris,
diakses tanggal 24 Agustus 2019 pukul 12.25 WIT.
http://www.scribd.com/doc/13262601/Sejarah-Revolusi-Industri,
diakses tanggal 24 Agustus 2019, pukul 12.25 WIT.
Mahmudi, Ali. (2009). Mengembangkan
Kompetensi Guru Melalui Lesson Study. Jurnal Forum Kependidikan, Volume
28, No. 2, Maret 2009
Meulen, SJ, dan W.J.van der, Belajar
dan Lahirnya Industrialisasi di Eropa, Jakarta : Yayasan Kerjasama
Perguruan Tinggi
Yahya Muhammad 2018 “ Era Industri 4.0
: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia. Makalah
Orasi Ilmiah
Zakiyah,
S., Akhsan, H., & Wiyono, K. (2019). Developing introduction to quantum
physics textbook in the syllabus of spin particles based on science,
technology, engineering, and mathematics (STEM). Journal of Physics:
Conference Series, 1166
Tidak ada komentar:
Posting Komentar