Asyhari A. Usman
Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu aspek
kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan
siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar
mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru
dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan
berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas
dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan
disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan
sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara
maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia
adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di
lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan
kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga
pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan
pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh
sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan
oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi
kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal
ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu
didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan
metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang
disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian,
suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar
siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini,
diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik
dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun
sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa
dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada
gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh
siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan
fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran kooperatif terutama
teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK
JIGSAW
A. Pembelajaran Cooperative Learning
Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi
pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat
merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang
matang oleh guru.
Model pembelajaran Cooperative
Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran
kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai
sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam
struktur ini adalah lima
unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif,
tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan
proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran
Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo
homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative Learning adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang
teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah
satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif,
belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya
“Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak
sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan
David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong
yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat
bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang
efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai
tujuan mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat
menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan
merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif
dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok
bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam pembelajaran Cooperative
Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini
adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para
pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena
keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk
saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun,
proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional
para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu
khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja
sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut
model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah
sebagaimana terlihat pada table berikut iniTujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif
berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana
keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan
tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya
(Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1. Hasil
belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun
mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau
tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan
kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah
norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat
memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang
bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan
terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran
kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik
dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu
sama lain.
3. Pengembangan
keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif
adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini
banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends,
2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan
oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat
digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan
skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan
skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa
bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai
banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota
dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi
belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama
saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada
anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan
rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,
tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada
anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu
dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari
materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama
bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali
pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu
kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar
belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa
ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok
asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik
tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk
kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli
digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997)
Langkah-langkah dalam penerapan
teknik Jigsaw adalah sebagai berikut
- Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
- Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
- Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
- Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
- Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang
sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama
dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah
sebagai berikut :
- Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
- Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
- Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
- Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran
Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut :
- Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
- Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
- Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
- Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
. Kesimpulan
Pembelajaran di sekolah yang
melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan
tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan
menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik
pembelajaran Cooperative Learning dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih
bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Jigsaw merupakan bagian dari
teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika pelaksanaan prosedur
pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan untuk dapat
mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sampai saat ini pembelajaran
Cooperative Learning terutama teknik Jigsaw belum banyak diterapkan dalam
pendidikan walaupun orang Indonesia
sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Bambang Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan Pendidikan
Bersama Tim Wajar Dikdas Kabupaten Kuningan. Kuningan : Dewan Pendidikan
Kabupaten Kuningan.
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka
Otonomi Daerah. Bandung
: Andira.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran
Ekonomi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran
Geografi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar